Kebahagiaan yang Hakiki


Bulan Ramadhan tahun ini memiliki tantangan tersendiri dan pastinya berbeda dengan bulan Ramadhanku sebelumnya. Deadline pekerjaan yang membayangi, kemacetan jalan dan udara yang penuh polusi, khas ibu kota walaupun sebenarnya aku sedang tidak di Jakarta. Sudah lebih dari satu tahun aku tinggal di kota ini, salah satu kota terbesar di Indonesia.

Aku memilih untuk keluar dari pekerjaan lamaku di Kalimantan Timur, karena aku sadar tipe pekerjaan itu tidak cocok untuk seorang karyawan yang memiliki status menikah, lagi pula istriku tidak mau tinggal di Kalimantan Timur karena berbagai sebab, yah demi kebahagiaan bersama, aku memilih tinggal dan hidup bersama istriku di Sumatera Utara. Hari ini kesibukan pekerjaan meningkat pesat karena deadline ramai-ramai  mendesakku agar segera kutuntaskan satu-persatu.

“Gah!! Cepat kau selesaikan laporan yang sudah dipesan pak Daya! Tepat jam 1 laporan itu harus segera berada ditangan Pak Bos, kau tau sendiri lah kek mana perkataannya itu kalau ada kayawan yang kerjaannya tak beres” Suara khas rekan kerjaku dari jaringan telfon kantor, Sonya sekertaris Pak Digdaya.

Aku melirik jam dinding yang jarumnya sudah menunjukkan pukul 11.13 WIB “Tenang aja Bu Sonya, 5 menit lagi siap, tinggal saya bereskan saja laporannya” Ibu Sonya langsung menyambar “Iya lah, Cuma ingatkan aja Pak” sambil sedikit bercanda aku me-nyaut dan mengucapkan terimakasih karena sudah diingatkan.

5 menit kemudian laporan sudah berada ditangan Sonya dan tak terlambat sedikitpun. Aku berjalan kembali menuju mejaku sambil melanjutkan pekerjaan lainnya yang sudah sejak kemarin menunggu untuk diselesaikan.

Aku terbiasa menyelesaikan pekerjaan yang bertubi-tubi datangnya tanpa mengenal waktu, aku berterimakasih karena Allah memberikan aku kesempatan untuk berkerja di Kalimantan Timur itu, aku jadi terbiasa dan bahkan yang ini tidak ada apa-apanya.

Tiba-tiba getar smartphoneku memecahkan konsentrasiku, aku lihat layar sentuh smartphoneku dan ternyata istriku lah yang menelfon, tanpa banyak berpikir aku langsung menjawabnya. “Halo.. ada apa sayang?” Aku buka percakapan langsung dengan pertanyaan, karena sangat jarang istriku menelfon seperti ini, terlebih lagi dia sedang hamil tua. “Tidak ada apa-apa kok, aku cuma mau sampaikan salam dari ibu kamu, tadi ibu telfon dan menanyakan kabarmu” Jawab istriku menjelaskan.

Seketika aku tersentak,.. Ya Allah, aku lupa tidak menelfon orang tuaku selama 2 minggu, kenapa pula aku bisa selupa ini! Sesalku dalam hati, semoga mereka nanti bisa mengerti kalau aku memang benar-benar sedang sibuk karena pekerjaan yang menumpuk ini. Setelah sedikit obrolan ringan, sebelum menutup telfonnya, istriku mengingatkan agar selalu tepat sholat 5 waktu dan jangan lupa untuk menjaga kesehatan, dia menutup percakapan dengan salam, aku pun menjawab salamnya.

Aku kembali mencoba untuk fokus kembali pada pekerjaanku, walaupun dengan susah payah aku mencobanya, aku terpikir kenapa bisa aku tidak memberikan kabar kepada orang tuaku. Aku menengok kea rah jam dinding, tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 12.16 WIB hari ini adalah hari Jum’at dan aku harus bergegas bersiap-siap untuk pergi ke masjid. Sekali lagi aku bersyukur karena aku bekerja di perusahaan yang sangat menjunjung tinggi toleransi. Dimana biasanya istirahat siang di hari biasa hanya 1 jam, khusus di hari Jum’at jam istirahat siangnya menjadi 1 jam 30 menit.

Dalam perjalanan ke masjid, aku jadi teringat masa kecilku ketika hari Jum'at aku selalu berangkat Jumatan bersama bapakku, naik sepeda motor berboncengan dan aku selalu naik didepan. Dalam perjalanan bapakku berpesan, "Jumatan itu wajib untuk setiap muslim laki-laki, dosa hukumnya kalau meninggalkan sholat Jumatan, bahkan kalau sampai 3 kali tidak sholat Jumatan berturut-turut, Allah akan menghukumi dengan hukuman yang sangat berat." Aku mendengarkan petuah dari bapakku dengan seksama, walaupun aku tidak paham sepenuhnya, yang jelas aku harus Jumatan agar tidak kena marah bapakku.

Pernah suatu ketika, aku pulang sekolah dan pergi untuk bermain bersama teman-temanku, karena keasyikan bermain aku lupa kalau hari ini adalah waktunya untuk Jumatan. Aku buru-buru pergi ke masjid, sesampainya disana ternyata sudah selesai sholat dan salam. Aku memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Benar saja, aku kena marah dan di ceramahi. Aku memang belum dewasa waktu itu, tapi setidaknya untuk anak usia 10 tahun aku paham tentang pentingnya Jumatan. Akhirnya sejak itulah aku tahu kalau sampai 3 kali kita melewatkan sholat Jum'at, hukuman berat itu adalah Allah memberikan status Kafir. Aku tersentak dan tak mau mengulanginya lagi.

Aku sudah berada ditempat wudhu, dengan khusyu' aku ber wudhu. Jumatan kali ini berbeda dengan Jumatan sebelumnya, kali ini sangat menenangkan dan terasa berbeda terlebih lagi ini adalah hari terakhir aku bekerja sebelum memasuki cuti bersama untuk lebaran Idul Fitri.

Istriku yang sedang dirumah aku yakin sedang mengecek perlengkapan untuk mudik. Aku sudah memeringatkannya agar tidak melakukan pekerjaan berat selama hamil tua, dia juga pasti paham apa maksudku, ini semua demi anak kita berdua. Pakaian dan oleh-oleh sudah disiapkan, kita hanya tinggal berangkat saja hari Sabtu pukul 15.00 WIB ke Bandara Kualanamu.




Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB, syukur Alhamdulillah pekerjaanku tuntas, aku yakin ini adalah kemudahan yang diberikan Allah untukku, agar waktu cuti nanti aku bisa berkumpul dengan keluarga tanpa memikirkan pekerjaan yang masih belum selesai. Aku bersalaman dengan rekan-rekan kerjaku sebelum pulang kerja dan menikmati cuti bersama, aku menyadari hari ini ternyata memang sangatlah berbeda, terlihat banyak senyum gembira, senyum yang penuh semangat dan suka cita, aku tahu alasannya adalah karena kita semua bisa berkumpul dengan keluarga kita masing-masing pada cuti bersama kali ini. Ini adalah berkah Ramadhan, hari yang penuh dengan berkah. Aku pun sudah tidak sabar ingin segera mudik dan bertemu dengan orang tuaku.

Seperti biasa ketika jam pulang kerja, kota ini tiba-tiba berubah menjadi lautan kendaraan, penuh sesak, banyak sekali kendaraan. Apalagi sekarang ini sudah memasuki waktu mudik, jadi tidak heran kalau jalanan hari ini lebih macet daripada hari biasanya, ini adalah cobaan untukku di bulan puasa ini, agar bisa menahan amarah dan hawa nafsu. Hari sudah mulai tenggelam, lembayung senja mulai nampak, tidak lama terdengar suara adzan maghrib. Dalam hati aku sedikit menyesal karena tidak bisa berbuka bersama istriku, tapi aku nikmati saja perjalanan macet ini. Perjalanan yang biasanya bisa ditempuh hanya dalam waktu 1 jam, kali ini mungkin akan molor hingga 2 jam lebih.

Aku mampir di sebuah masjid di kota untuk menunaikan sholat Maghrib disana, selesai sholat aku memanjatkan doa kepada Allah, doaku sederhana, aku hanya ingin menjadi anak yang sholeh, aku ingin menjadi seorang anak yang bisa membahagiakan kedua orang tuaku dan semoga rencanaku mudik kali ini di mudahkan oleh Allah SWT.

Setelah selesai menunaikan ibadah sholat Maghrib, alhamdulillah keadaan jalan raya sudah lumayan bersahabat, aku tancap gas kendaraan dengan nyaman. Keadaan dalam kendaraan begitu terasa lebih tenang dan sudah mulai gelap, pikiranku terlempar pada kenangan masa lalu ketika aku pertama kali masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Aku adalah anak yang besar di daerah kaki Gunung Lawu Jawa Tengah, aku sangat jarang keluar ke kota, kecuali Bapak dan Ibuku yang mengajak untuk sekedar membeli baju baru untuk lebaran, itupun setahun sekali. Lulus Sekolah Dasar aku langsung mendaftarkan sekolah di Kota –karena hanya dikota lah terdapat SMP yang bagus-. Saat itu aku agak kurang setuju karena tempatnya yang agak jauh. Andai saja bapakku tidak sedang dalam masa pendidikan khusus, pasti ini tidak akan menjadi permasalahan yang berarti.

Ibuku yang tidak tega melihat aku yang tidak siap berangkat sekolah dengan jarak yang jauh untuk pertama kalinya, akhirnya ketika hari pertama masuk sekolah aku diantar oleh ibuku. Kami berangkat naik bus setelah subuh, karena memang perjalanannya yang agak jauh dan memakan waktu lebih dari 1 jam.

Dalam perjalanan ibuku berpesan “Jangan pernah sekalipun kamu merasa lelah untuk menimba ilmu, sejauh apapun dan sesusah apapun jalanmu untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat, kejarlah itu, lahaplah semua ilmu itu. Ketika dunia terasa gelap bagimu, ketika lingkungan mulai menyesatkanmu, kelak ilmu yang kamu dapatkanlah yang akan menyelamatkanmu”. Jujur saja, aku yang waktu itu belum terlalu paham makna pesan ibuku, hanya bisa mengangguk dan mengiyakan petuahnya. Ibuku melanjutkan “Jangan jadi seperti ibu yang hanya berpendidikan SMA, keterbatasan biaya adalah penyebab utama, tapi kali ini kamu punya nasib yang berbeda, Bapak dan Ibumu ini akan usahakan yang terbaik untukmu menimba ilmu”. Ternyata bus sudah sampai di tempat tujuan, kami turun dan Ibuku mengantarkanku sampai kedepan pintu sekolah. Tanpa ditunggu aku langsung meraih tangan dan mencium tangan ibuku. Aku berkata “Ibu, saya hendak belajar, mohon doanya bu” Ibuku menjawab dengan nada lembut “Iya nak, belajarlah dengan baik. Doa Ibu selalu menyertai langkahmu”. Sejak waktu itulah aku belajar mandiri dan cukup sekali saja aku diantar oleh Ibuku, keesokan harinya aku menolak untuk diantar lagi untuk pergi ke sekolah.




Perjalanan yang melelahkan ini akhirnya berakhir, setelah kuparkirkan kendaraanku, aku ucapkan salam ketika aku sudah sampai didepan pintu rumah, terdengar suara istriku yang membalas salamku dari ruang tamu. Masalah kemacetan memang sangat melelahkan bagi pengendara, tidak terbayang bagaimana penatnya orang yang tinggal di Ibu kota negara sana yang harus menghadapi kemacetan seperti ini setiap hari, aku bersyukur walaupun aku tinggal ditempat yang jauh dari keluarga namun aku tetap bisa menikmati hari-hariku disini, tapi konsekuensinya aku harus lebih sering berkomunikasi dengan orang tuaku.. Eh iya.. aku harus segera menghubungi orang tuaku hari ini juga.

Setelah aku membersihkan badan, makan -karena tadi aku hanya berbuka dengan air mineral-, sholat isya' dan taraweh, aku mengambil smartphoneku dan menelfon orang tuaku. Setelah beberapa saat aku menunggu, akhirnya telfonku diangkat "Halo, Assalamu'alaikum Ibu, bagaimana kabar ibu dan bapak disana?" Aku mengawali pembicaraan dengan menanyakan kabar. "Alhamdulillah Ibu dan Bapak sehat wal'afiat nak. Bagaimana pekerjaanmu disana?" Seperti biasa Ibu sangat paham betul keadaan anaknya, walaupun aku tidak memberitahukan keadaan sebenarnya. "Iya bu, saya sangat sibuk akhir-akhir ini, menjelang memasuki cuti bersama pekerjaan seperti tiba-tiba menumpuk. Saya minta maaf karena tidak mengabari ibu selama 2 minggu ini" Ibuku menjawab "Iya nak Ibu bisa memaklumi, karena memang seperti itu kalau dalam dunia pekerjaan".

Setelah beberapa lama kami mengobrol aku mengakhiri obrolan "Saya titip salam untuk Bapak ya Bu. Saya berdoa, semoga Bapak dan Ibu sehat selalu dan saya minta doa karena Insyaallah besok saya akan pulang ke rumah." Terdengar suara Ibuku yang bergetar "Iya nak.. Doa Ibu selalu menemani langkahmu.. Hati-hati besok dijalan nak".

Aku menutup perbincangan dan menutup telfon setelah mengucapan salam. Aku duduk di sebuah kursi tempat favoritku, aku termenung dan teringat semua masalaluku bersama orang tuaku. Semua memori tentang kebaikan, kasih sayang, cinta dan perhatian yang mereka berikan kapadaku muncul seperti lembaran film yang diputar dalam sebuah ruangan bioskop. Tidak terasa air mataku menetes, menyadari betapa kurangnya baktiku kepada orang tuaku, dua orang yang telah begitu berjasa dalam hidupku, dua orang yang mengisi kehidupanku dengan nilai-nilai budi pekerti yang baik. Aku harus membalas kebaikan mereka, walaupun baktiku kepada mereka selama aku hidup didunia ini tidak akan mampu membayar jasa mereka terhadap hidupku, tapi setidaknya aku harus mencoba untuk membuat mereka bahagia. Aku harus memberikan mereka kado terindah, tapi apa yang harus aku berikan kepada mereka.

Aku menghampiri istriku yang sedang bersiap-siap untuk istirahat di kamar, aku mengutarakan isi hatiku, niatku untuk memberikan sebuah kado spesial untuk kedua orang tuaku. Istriku langsung memberikan saran untuk paket ibadah umroh beserta travel umroh. Mataku terbuka lebar, kenapa aku tidak kepikiran untuk daftar umroh saja untuk kedua orang tuaku, tapi ada masalah yang mendasar "Tapi sayang, biaya umroh kan tidak murah? memangnya ada paket perjalanan ibadah umroh murah..?" semangatku agak meredup. "Tapi aku tadi browsing di Internet dan lihat iklan di TV Abutours.com, disitu ada banyak pilihan paket haji umroh. Bahkan ada paket Promo juga, yang pasti Abutours terjamin aman dan harganya lebih murah bila dibandingkan dengan agen travel umroh yang lain" Istriku menjelaskan dengan detail. "Tapi kenapa bisa lebih murah ya?" Aku bertanya untuk memastikan. "Iya jelas lebih murah, karena abutours berbasis teknologi mutakhir dan memiliki keamanan transaksi, berbeda dengan travel umroh dan biro perjalanan lain, sehingga biaya operasional abutours jauh lebih rendah."

Dalam hati aku kagum dengan istriku, dia bisa memberikan ide sekaligus dengan solusi. Tidak kalah kagumnya dengan Abutours.com yang memiliki pelayanan prima, aku jadi mudah untuk mengakses laman websitenya bahkan Abutours memiliki aplikasi khusus untuk Smartphone yang membuat aku jadi lebih mudah untuk memesan paket layanan perjalanan ibadah umroh. Akhirnya paket ibadah umroh pada bulan syawal untuk dua orang telah aku pesan, semoga ini menjadi hadiah yang terindah untuk kedua orang tuaku. "Sayang, kok kamu bisa tahu detail sekali tentang paket ibadah umroh Abutours?" tanyaku sebelum aku beristirahat. "Iya dong sayang, aku kan juga ingin pergi umroh. Tahun depan giliran kita yang berangkat umroh ya sayang?? Nanti ambil saja paket umroh Ramadhan" sambil nyengir istriku meminta juga ingin pergi umroh. Aku hanya bisa tertawa dan berkata "InsyaAllah". Kita berduapun tertawa lepas.



Setelah perjalanan mudik yang panjang via udara, kami naik taxi menuju rumah karena memang itulah kendaraan paling nyaman yang bisa aku naiki, mengingat istriku yang sedang hamil tua begini. Akhirnya sampai juga, setelah menunggu 1 jam lebih perjalanan menuju kampung halamanku. ternyata ketika aku turun dari taxi Ibu dan Bapakku sudah menunggu didepan rumah, aku langsung menghampiri mereka sembari mengucapkan salam, mencium tangan mereka dan memeluki mereka. Aku bisa mereasakan keharuan mereka dan ibuku lah yang terlihat paling terharu. Aku sampai lupa kalau istriku masih didalam taxi, aku bukakan pintu taxi untuk istriku, diapun langsung menghampiri orang tuaku dan bersalaman.

Setelah momen kangen-kangenan dan berberes barang bawaan, kita duduk-duduk di ruang tamu dan mengobrol berbagai macam hal yang bisa diobrolkan sembari bersenda gurau, sebelum orang tuaku menyuruh kami untuk istirahat, mungkin inilah waktu yang tepat untuk memberikan kado spesial untuk kedua orang tuaku. Aku memotong pembicaraan orang tuaku dan mengambil amplop yang berisi hadiah untuk mereka "Sebelumnya mohon maaf Ibu dan Bapak, saya hendak memberikan sesuatu untuk Ibu dan Bapak". Dahi Ibu dan Bapakku mengkerut, yang aku tangkap mungkin mereka kebingungan dan menerka-nerka apa isi amplop itu, aku menganjurkan agar segera membuka amplopnya "Ya Allah nak... Apa Bapak ini sedang bermimpi, apa ini benar-benar untuk kami?" Bapakku yang pertama kali membuka amplop dan dia kaget melihat isinya, segera bapak memberikannya kepada Ibu yang juga sudah penasaran apa isinya "Subhanallah nak...! Apa tidak apa-apa kalau kita berdua memiliki paket perjalanan umroh ini?" Sebelum Ibu dan Bapak berkata-kata lagi aku sudah memotongnya "Iya Ibu,.. Bapak,.. ini untuk Ibu dan Bapak, ini adalah hadiah dari saya dan istri saya untuk Ibu dan Bapak. Yogi hanya bisa memberikan ini untuk membalas kebaikan Ibu dan Bapak, walaupun ini jauh tidak sebanding dengan jasa-jasa Ibu dan Bapak. Bapakku langsung menanggapinya dengan tenang "Ibu dan Bapak sudah bahagia, melihat kamu berpendidikan tinggi, kami berbahagia melihatmu bisa membangun keluarga kecil yang penuh kebahagiaan, kami berbahagia melihatmu bahagia nak. Lihatlah.. bahkan kamu jauh lebih berisi dan gemuk dibandingkan dulu kamu masih melajang dan tinggal dirumah ini. Bukankah naiknya berat badan merupakan salah satu indikator kebahagiaan seseorang" Semua tertawa, aku pun tertawa geli separuh malu.

Aku sangat bahagia dan sangat bersyukur kepada Allah, aku terlahir dan dibesarkan oleh kedua orang tuaku. Merekalah yang selalu mengajariku nilai-nilai kebaikan dan bekal-bekal ilmu yang baik untuk perjalanan kehidupanku. Aku tau dan paham betul, bahwa hadiah yang aku berikan ini tidak ada apa-apanya untuk membalas jasa mereka, sampai kapanpun tidak ada sesuatupun yang bisa membalas jasa mereka. Melihat wajah bahagia mereka, membuatku ingin terus membahagiakan mereka. Ya.. Aku akan terus berusaha untuk selalu membuat mereka bahagia.




**Demikianlah cerita yang saya karang dengan tujuan mengikuti Blog Contest Ramadhan Bersama Abutours & Travel. Semoga karangan saya dapat menghibur dan bermanfaat untuk kita semua, jika sobat semua suka dan merasa tulisan saya bermanfaat, sobat bisa share ke akun sosial media sobat. Terimakasih atas waktunya membaca tulisan saya. #LebihDariSekedarNikmatnyaIbadah #SemuaBisaUmroh


Comments